Rabu, 15 Oktober 2008

Cinta Tanpa Syarat

CINTA TANPA SYARAT

Kisah ini diambil dari kutipan Andrie Wongso, berikut kutipan kisah : Dikisahkan, ada sebuah keluarga besar. Kakek dan nenek mereka merupakan pasangan suami istri yang tampak serasi dan selalu harmonis satu sama lain. Suatu hari, saat berkumpul bersama, si cucu bertanya kepada mereka berdua, "Kakek, Nenek, tolong beritahu kepada kami resep akur dan cara Kakek dan Nenek mempertahan cinta selama ini agar kami yang muda-muda bisa belajar."

Mendengar pertanyaan itu, sesaat kakek dan nenek beradu pandang sambil saling melempar senyum. Dari tatapan keduanya, terpancar rasa kasih yang mendalam di antara mereka. "Aha, Nenek yang akan bercerita dan menjawab pertanyaan kalian," kata kakek.

Sambil menerawang ke masa lalu, nenek pun memulai kisahnya. "Ini pengalaman kakek dan nenek yang tak mungkin terlupakan dan rasanya perlu kalian dengar dengan baik. Suatu hari, kami berdua terlibat obrolan tentang sebuah artikel di majalah yang berjudul ‘bagaimana memperkuat tali pernikahan'. Di sana dituliskan, masing-masing dari kita diminta mencatat hal-hal yang kurang disukai dari pasangan kita. Kemudian, dibahas cara untuk mengubahnya agar ikatan tali pernikahan bisa lebih kuat dan bahagia. Nah, malam itu, kami sepakat berpisah kamar dan mencatat apa saja yang tidak disukai. Esoknya, selesai sarapan, nenek memulai lebih dulu membacakan daftar dosa kakekmu sepanjang kurang lebih tiga halaman. Kalau dipikir-pikir, ternyata banyak juga, dan herannya lagi, sebegitu banyak yang tidak disukai, tetapi tetap saja kakek kalian menjadi suami tercinta nenekmu ini," kata nenek sambil tertawa. Mata tuanya tampak berkaca-kaca mengenang kembali saat itu.

Lalu nenek melanjutkan, "Nenek membacanya hingga selesai dan kelelahan. Dan, sekarang giliran kakekmu yang melanjutakan bercerita." Dengan suara perlahan, si kakek meneruskan. "Pagi itu, kakek membawa kertas juga, tetapi.... kosong. kakek tidak mencatat sesuatu pun di kertas itu. Kakek merasa nenekmu adalah wanita yang kakek cintai apa adanya, kakek tidak ingin mengubahnya sedikit pun. Nenekmu cantik, baik hati, dan mau menikahi kakekmu ini, itu sudah lebih dari cukup bagi kakek."

Nenek segera menimpali, "Nenek sungguh sangat tersentuh oleh pernyataan kakekmu itu sehingga sejak saat itu, tidak ada masalah atau sesuatu apa pun yang cukup besar yang dapat menyebabkan kami bertengkar dan mengurangi perasaan cinta kami berdua."

Pembaca tercinta,
Begitulah kehidupan sesungguhnya ada banyak potensi yang tersimpan pada setiap diri, seringkali maslah yang dihadapi susah untuk melihat hikmah apa yang dapat diambil. Kehidupan mengajari kita untuk bagaimana berbuat yang sesungguhnya, memberi yang terbaik adalah tulus dan tanpa syarat. Kadang kebanyakan orang melihat siapapun bahkan pasangannya sendiri dari keburukan saja atau sisi negatifnya, seharusnya mulailah melihat orang dari hal yang positif karena itu dapat menguatkan cinta yang yang sesungguhnya bahkan mesi tanpa syarat.

Saya meyakini bahwa setiap orang menginginkan keindahan dalam hidupnya, banyak berbuat dan memberi serta mencoba untuk tetap selalu bersyukur. Mulai ini anda dapat menggunakan resep ini. Selamat mencoba.

Salam motivasi dan konsisten !!!!!!!!
Aan Anwarudin
www.aan-anwarudin.blogspot.com

Khutbah Idul Fitri 1429 H

Khutbah Idul Fitri 1429 H: Memupuk Optimisme Seorang Muslim

Oleh: Aan Anwarudin


سلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الله أكبر 9×

اللهُ اَكْبَرُ كَبِيْراً وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْراً وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَّأَصِيْلاً، لاَإلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ، اللهُ اَكْبَرُ وِللهِ الْحَمْدُ.

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ جَعَلَ الْيَوْمَ عِيْداً لِلْمُسْلِمِيْنَ وَحَرَّمَ عَلَيْهِمْ فِيْهِ الصِّياَمَ، وَنَزَّلَ الْقُرْآنَ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّناَتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ، نَحْمَدُهُ وَنَشْكُرُهُ عَلَى كَمَالِ إِحْسَانِهِ وَهُوَ ذُو الْجَلاَلِ وَاْلإِكْراَمِ.

أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ. لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ حَيٌّ لاَ يَمُوْتُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ. وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وأُصَلِّيْ وَاُسَلِّمُ عَلَى الْقَائِدِ وَالْقُدْوَةِ مُحَمَّدٍ بْنِ عَبْدِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، وَمَنْ دَعاَ اِلَى اللهِ بِدَعْوَتِهِ وَمَنْ جاَهَدَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ حَقَّ جِهاَدِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ بِإِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.

اَمَّا بَعْدُ: أَيُّهَا النَّاسُ، إِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Allahu Akbar 3x Walillahil Hamd

Hadirin yang dimuliakan Allah. Ramadhan berlalu sudah. Kini kaum Muslim menggemakan takbir, tahlil dan tahmid serentak di seluruh dunia sebagai ungkapan syukur kepada Allah SWT. yang telah memberikan kekuatan untuk mendirikan ibadah di bulan Ramadhan; shaum mulai terbit fajar sampai matahari terbenam, membaca al-Quran, menghidupkan malam dengan tarawih, i’tikaf, dan berdzikir. Bulan yang membuat orang Mukmin berlinang air mata, mengingat akan kealpaan, dosa, kelalaian, dan kemaksiatan diri. Bulan untuk introspeksi diri terhadap apa yang telah dilakukan. Semuanya itu ditujukan untuk mendekatkan diri kepada-Mu. Inilah bulan yang Allah telah berikan kesempatan kepada kita untuk berkaca dan memperbaiki diri. Inilah Bulan yang Allah SWT limpahkan kasih sayang-Nya kepada hamba-Nya. Inilah Bulan yang Allah SWT janjikan ampunan. Ampunan atas seluruh dosa kita sebelumnya, sehingga kita bagaikan manusia yang terlahir kembali.

Yaa Allah, Yaa Rahman, yaa Rahiim. Kami yang berkumpul di tempat ini, pada pagi ini, adalah para hambu-Mu. Saat Ramadhan kami tertatih-tatih mendekatkan diri kepada-Mu karena berharap kasih sayang-Mu. Yaa Allah, setiap saat kami berusaha mengetuk pintu-Mu dengan rasa lapar dan dahaga. Yaa Allah, setiap malam kami berusaha membaca al-Quran untuk memahami petunjuk-Mu. Setiap saat kami menyeru-Mu dengan dzikir dan doa. Semua itu, yaa Rahman, hanya untuk menggapai ridla dan janji-Mu. Engkaulah Dzat yang maha mengetahui apa yang telah kami lakukan. Yaa Rahman, kami bersaksi, bahwa Nabi Muhammad saw. adalah utusan-Mu, suri teladan bagi seluruh umat manusia. Shalawat dan salam semoga Engkau limpahkan kepada beliau saw, keluarga, kerabat dan shahabat beliau, serta kaum Muslim yang secara konsisten dan konsekuen menjalankan dan mendakwahkan ajarannya hingga Hari Kiamat.


Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahil-hamdu…

Dahulu para sahabat sangat bangga menjadi muslim. Mereka mengatakan, ”Ayahku adalah Islam. Tiada lagi selain Islam. Apabila orang bangga dengan suku mereka, tapi aku bangga nasabku adalah Islam. Suatu ketika Salman Al-Farisi radhiyallahu anhu ditanya, ”Keturunan siapa Kamu?” Salman yang membanggakan keislamannya, tidak mengatakan dirinya keturunan Persia, tapi ia mengatakan dengan lantang, ”Saya putera Islam.” inilah sebabnya Rasulullah saw mendeklarasikan bahwa, ”Salman adalah bagian dari keluarga kami –ahlul bait-, bagian dari keluarga Muhammad saw.”

Kita harus bangga bahwa kita adalah muslim. Karena faktanya bahwa Islam itu diturunkan sebagai misi dimana Muhammad saw sebagai Rasulnya, juga diturunkan ke muka bumi dengan tujuan menyebarkan kasih sayang. Karena itu kita haruslah bangga, karena kitalah yang dinanti-nanti oleh umat manusia. Kita rahmat bagi alam semesta ini. Kita bagaikan air yang dirindukan oleh orang yang haus dahaga. Kita adalah makanan yang sedang dimimpikan oleh orang yang lapar.

Fakta lain, kita harus bangga menjadi muslim, adalah bahwa kita mempunyai kitab suci. Al-Qur’an sendiri telah menjamin bahwa kitab ini tidak mungkin ternodai. Tidak satu huruf atau titik pun yang akan merubah kesucian Al-Qur’an yang sudah pasti di pelihara oleh Allah. Karena itu kebenaran Al-Qur’an akan tetap abadi. Al-Qur’an yang ada di Indonesia adalah Al-Qur’an yang ada dan dibaca oleh saudara-saudara kita di muka bumi lain. Al-Qur’an yang dicetak di Indonesia, Arab Saudi, Mesir adalah Al-Qur’an yang dicetak di seluruh dunia. Oleh karena itu, kita mempunyai alasan yang sangat kuat bahwa kitalah pihak yang paling berhak menyampaikan kebenaran dari Allah kepada seluruh umat manusia.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahil-hamdu…

Mudah-mudahan selepas Ramadhan ini rasa rindu kepada waktu shalat selalu kita pelihara, keinginan yang kuat untuk memberi selalu tertananam dengan kuat. Waktu adalah kehidupan. Barangsiapa menyia-nyiakan waktunya berarti ia menyiakan-nyiakan hidupnya.

Ada survei tahun 1980 bahwa Jepang adalah negara pertama yang paling produktif dan evektif dalam menggunakan waktu, disusul Amerika dan Israel. Subhanallah, ternyata negara-negara itu kini menguasai dunia. Sebagai seorang muslim, mestinya kita menjadi orang yang paling disiplin dengan waktu kita. Al-Qur’an yang kita baca di bulan Ramadhan mengisyaratkan pentingnya waktu bagi kehidupan. Bahkan pada banyak ayat Allah bersumpah dengan waktu.

Maka jika kita ingin menjadi manusia yang terhormat di antara manusia lain dan bermartabat di sisi Allah, hendaknya kita isi waktu kita dengan hal-hal yang produktif, baik untuk kepentingan dunia atau akhirat kita.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahil-hamdu…

Ramadhan juga melatih kita untuk memakmurkan tempat-tempat ibadah; masjid, mushalla, dan surau. Gegap gempita kita mendatangi rumah-rumah Allah ini, kita kerahkan anak istri kita untuk meramaikan tempat suci ini. Hingga ketika menyaksikan pemandangan indah ini seseorang sempat berkhayal, “Andai Ramadhan datang dua belas kali setahun.” Begitu indah pemandangan ini, suara pujian dan doa bersahut-sahutan dari pengeras suara di antara masjid-masjid. Alam serasa hanyut dalam tasbih dan istighfar.

Suasana ini perlu kita pertahankan selepas Ramadhan ini, kita perlu mengerahkan keluarga kita untuk memakmurkan masjid-masjid Allah. Sehingga kita layak mendapatkan janji Allah, bahwa,

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ الله فِى ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ….. وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ بِالْمَسَاجِدِ

Ada tujuh golongan manusia yang dinaungi Allah dalam naungan-Nya di hari dimana tidak ada naungan selian naungan Allah….dan seseorang yang hatinya terikat dengan masjid.”

Ramadhan juga melatih kita untuk lebih mementingkan ketaatan kepada Allah dengan mengorbankan tenaga dan kepentingan kita, saat-saat kita masih lelah bekerja seharian, setelah sepanjang siang kita bertahan dengan rasa lapar dan dahaga, saat kita mestinya beristirahat dari kepenatan, namun, justru kita ruku’ dan sujud dalam shalat tarawih atau qiyamu Ramadhan dengan satu harapan, mudah-mudahan kita mendapatkan keridhaan Allah, itulah satu-satunya nilai optimis dalam hidup kita selaku Muslim.

Semangat ini juga mestinya kita jaga setelah Ramadhan, kita perlu mempersembahkan apa yang kita miliki ini untuk meraih keridhaan Allah. Sejatinya, apa yang kita miliki saat ini hanya amanah dari Allah Ta’ala, apakah kita dapat menunaikannya atau tidak. Hendaknya keridhaan Allah itu menjadi tujuan kita, tidak ada desah nafas, mulut bergerak, tangan berayun, dan kaki melangkah kecuali kita harus mengirinya dengan satu pertanyaan, “Apakah dengan apa yang saya ucapkan dan saya lakukan ini saya akan mendapatkan ridha Allah.” Hingga dengan demikian serasilah apa yang sering kita ikrarkan,

إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah Tuhan semesta alam.”

Ramadhan juga melatih kita untuk mempunyai rasa solidaritas sesama manusia, dengan rasa lapar dan dahaga kita teringat akan nasib sebagian dari saudara-saudara kita yang kurang beruntung di dalam hidup ini, mereka setiap harinya dirongrong rasa lapar dan dahaga. Apalagi, rasa kemanusiaan semacam ini nyaris mulai sirna dewasa ini. Saat budaya hedonisme mulai menjangkiti manusia modern, dimana mereka hanya disibukkan oleh urusan pribadi, nafsi-nafsi, urusanku urusanku sendiri, silahkan urus urusanmu sendiri. Hal ini diakibatkan karena orientasi hidup manusia modern yang hanya memandang materi sebagai satu-satunya tujuan. Bahkan, terkadang untuk memenuhi ambisi kebendaannya seseorang rela menghalalkan segala cara.

Solidaritas semacam ini perlu kita pelihara dan kita aplikasikan dalam hubungan dengan sesama manusia dengan melakukan shiyam-shiyam sunnah, di mana Islam telah mensyariatkannya. Manusia modern perlu melakukan puasa untuk melatih kepekaan sosialnya, para pejabat perlu melakukan puasa sunnah untuk merasakan derita yang dialami sebagian besar bangsa ini. Sehingga, muncullah kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada masyarakat miskin. Atau, minimal dapat menurunkan gaya hidup kelas tinggi mereka di tengah bangsa yang menangis ini.

Bangsa ini masih terpuruk, rakyat masih menderita. Kemiskinan menjadi pemandangan utama di setiap sudut kota dan pelosok desa. Tidaklah pantas memamerkan kemewahan di hadapan mereka. Apalagi menggunakan fasilitas negara.

Zuhud, adalah sikap yang diajarkan Islam kepada kita dalam hidup ini. Az-Zuhri ditanya tentang makna zuhud dan dia menjawab, “Zuhud bukanlah pakaian yang kumal dan badan yang dekil. Zuhud adalah memalingkan diri dari syahwat dunia.” Orang mukmin boleh kaya dan berjaya, namun yang ada di hatinya hanyalah Allah semata. “Letakkan harta di tanganmu dan jangan letakkan di hatimu.” Demikian nasihat ulama.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahil-hamdu…

Sungguh banyak pelatihan yang diberikan oleh Diklat Ramadhan kepada kita, itulah barangkali di antara hikmah disyariatkannya shiyam selama sebulan agar sebelas bulan sisanya kita lalu dengan menerapkan nilai-nilai Ramadhan. Agar suasana spiritual yang dilatih selama sebulan ini menjadi energi kita dalam mengarungi sebelas bulan berikutnya. Agar predikat takwa itu benar-benar terjaga dalam diri kita. Sebab ketakwaan itulah bekal hidup dan modal kita untuk menghadapi pengadilan Allah Azza wa Jalla.

وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَاأُولِي الْأَلْبَابِ

“Dan berbekallah kalian, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.”

قَاكُمْإِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْ

“Sesungguhnya sebaik-baik kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.”

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahil-hamdu…

Demikianlah Ramadhan telah memberikan banyak perubahan dalam diri kita. Mulai dari sikap, perilaku, dan paradigma dalam memandang hidup dan kehidupan ini. Mestinya ini semua menjadi bekal kita untuk melakukan perubahan-perubahan di masa depan, perubahan yang mengantarkan hidup kita ke arah yang lebih baik. Sebagai pribadi maupun bangsa.

Tidak ada bekal terbaik untuk menghadapi kondisi sulit ini selain ketakwaan. Barangkali semua orang sepakat bahwa kita semua harus bangkit untuk mengatasi semua kesulitan yang melanda kita dan bangsa kita dewasa ini. Untuk itu di hari yang fitri ini, di tengah kita merayakan kemenangan besar ini. Di mana kita baru saja selesai melakukan pelatihan selama sebulan penuh, di mana nuansa kesucian tengah kita rasakan saat ini, sehingga pikiran dan hati kita tengah mengalami pencerahan karena nilai-nilai ketakwaan. Marilah kita menatap hari esok dengan semangat berubah ke arah yang lebih baik dan penuh optimisme, dan memang seorang Mukmin, seorang Muttaqi, seorang yang bertakwa pantang kehilangan asa dalam kondisi apapun. Optimisme adalah harga mati jika kita ingin bangkit mengatasi berbagai kesulitan ini.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahil-hamdu…

Kiat dan kunci membangun optimisme seorang muslim adalah :

Pertama, Husnudzan kepada Allah.

Husnudzan atau berprasangka baik kepada Allah ini harus kita kokohkan dalam diri kita. Kita sepakat bahwa tidak ada satu peristiwa yang terjadi selain dengan izin dan kehendak Allah, termasuk ujian dan kesulitan yang tengah kita hadapi. Dan seorang Mukmin selalu menghadapi semua ketentuan Allah itu dengan prasangka baik. Ia mempunyai prinsip bahwa apa yang menimpanya, itulah yang terbaik baginya menurut Allah. Oleh karena itu ia tidak menggerutu kepada Penciptanya, ia tidak memberontak karena keputusan Tuhannya, dan ia selalu menatap semua ujian itu dengan senyum. Ia yakin akan mendapatkan dua keuntungan dari ujian itu:

1. Diangkat dan dihapuskannya kesalahan dan dosa-dosanya

2. Dan tinggikan derajatnya di sisi Allah Azza wa Jalla

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ صَبَرَ فَلَهُ الصَّبْرُ وَمَنْ جَزِعَ فَلَهُ الْجَزَعُ

“Sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum, Dia menguji mereka. Barangsiapa bersabar ia mendapat (pahala) kesabarannya, dan barangsiapa gundah gulana, ia (tersiksa) karena kegundahannya.”

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Sungguh mengherankan urusan seorang Mukmin, semua urusannya berakibat baik baginya, dan itu tidak terjadi kepada selain orang-orang Mukmin, jika mendapatkan kebaikan ia bersyukur dan itu baik baginya. Dan jika mendapat bencana ia bersabar dan itu baik pula baginya.” (Muslim)

Husnudzan harus kita pelihara dalam diri kita. Allah tidak menghendaki dari hamba-Nya selain kebaikan, kalau tidak di dunia, di akhirat. Jangan sampai kita celaka di dunia dan di akhirat akibat prasangka buruk kita kepada Allah. Na’udzu billah, tsumma na’udzu billah.

Kedua, Tidak putus berdoa.

Doa merupakan senjata orang beriman, berdoa merupakan ibadah dan enggan berdoa merupakan kesombongan kepada Allah Azza wa Jalla.

Ujian yang Allah berikan kepada bangsa ini begitu berat, krisis moral, ekonomi yang mulai melemah, dan rentetan musibah lainnya yang bertubi-tubi menimpa bangsa ini. Barangkali pihak-pihak yang menginginkan kehancuran negeri ini tak habis pikir, mengapa hingga saat ini kita masih bisa bertahan. Kita yakin seyakin-yakinya, itulah berkat doa yang dipanjatkan setiap muslim di negeri ini, bahkan di seluruh dunia, itu semua berkat ratusan juta pasang tangan yang selalu ditengadahkan ke langit, memohon kepada yang Maha Kuat dan Maha Perkasa, agar negeri ini dijauhkan dari kehancuran…

Ketiga, meneladani para nabi dan rasul.

Mereka adalah kekasih-kekasih Allah dan itu kita sepakat. Namun ujian Allah timpakan kepada mereka begitu dahsyat dan tak terperikan. Bahkan di antara mereka ada yang mendapatkan gelar Uluz Azmi karena keberhasilan mereka dalam mengarungi ujian berat. Dan mereka tidak pernah berputus asa kepada Allah Ta’ala.

Adalah nabiyullah Zakaria yang selalu merindukan anak, namun hingga di usianya yang mulai senja, si buah hati yang diidamkannya belum kunjung datang. Akan tetapi hal itu tidak membuatnya berputus asa dan kehilangan optimisme. Dengarkanlah Al-Quran menuturkan,

(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakariya, yaitu tatkala ia berdo`a kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdo`a kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya`qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai”.(Maryam: 2-6)

Orang yang sudah tua renta, istrinya mandul…lalu mengharapkan mempunyai anak? Rasanya mustahil itu terjadi, rasanya harapannya akan tinggal harapan. Akan tetapi kekasih Allah tidak menyandarkan harapannya kepada sebab-sebab manusiawi, karena sebab-sebab itu merupakan kehendak Allah, Allah mampu menciptakan dari yang tiada menjadi ada. Apalagi dari yang sudah ada, walau usia renta dan istri mandul. Akhirnya Allah mendengar doanya dan melihat ketegarannya.

يَازَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَامٍ اسْمُهُ يَحْيَى لَمْ نَجْعَلْ لَهُ مِنْ قَبْلُ سَمِيًّا

“Hai Zakariya, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia.” (Maryam: 7).

Itu pula yang dialami Ibrahim, Khalilullah.

Tidak ada yang mustahil bagi Allah, jika kita tetap berusaha dan berdoa.

Pada perang Khandaq, saat sepuluh ribu pasukan sekutu yang terdiri dari suku Quraisy dan kabilah-kabilah Arab lainnya mengepung Madinah. Sementara Rasulullah hanya didukung dua ribu pasukan dengan parit yang mengelilingi sebagian sisi kota. Sementara itu orang-orang Yahudi Quraidzah yang terikat perjanjian dengan kaum Muslimin untuk melindungi wilayah perbatasan kota Madinah, ternyata mereka membatalkan perjanjian dan bergabung dengan pasukan sekutu. Dan dengarlah sikap Rasulullah menghadapi kondisi genting ini,

اَللهُ أَكْبَرُ، أَبْشِرُوْا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ بِفَتْحِ اللهِ وَنَصْرِهِ…

“Allahu Akbar, bergembiralah wahai sekalian kaum Muslimin dengan kemenangan dari Allah dan pertolongan-Nya.”

Dan ternyata Allah memperhatikan optimisme hamba terbaik-Nya, dua ribu pasukan Muslim dapat mengalahkan sepuluh ribu pasukan sekutu plus orang-orang Yahudi Bani Quraidzah.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahil-hamdu…

Keempat, beramal dan bertawakkal.

Sebab Allah tidak menurunkan emas dari langit. Singsingkan lengan baju. Kita gunakan seluruh potensi yang Allah karuniakan kepada kita

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Dan katakanlah: “Bekerjalah kalian, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kalian akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kalian apa yang telah kamu kerjakan”. (At-Taubah:105).

Sebab tidak ada yang mengubah kita selain kita sendiri…

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (Ar-Radu: 11)

Akhirnya, dengan jiwa yang suci bersih bak seorang bayi yang baru lahir. Marilah kita tundukkan hati kita kepada kebesaran Allah, menengadah, mengharap akan karunia dan rahmat-Nya, untuk kita, keluarga kita, kaum Muslimin, dan bangsa kita.

Allahu Akbar2 Wa Lillahil Hamd...,

Baarakallahu li wa lakum fil quraanil aadzim wanafaaniy waiyyakum bimaa fiihi minaal ayati wadzikril hakim wa taqobbalallahu minna waminkum tilawatahuu innahu huwassamiiul aaliim

KHUTBAH KEDUA

Allahu Akbar7x Wa Lillahil Hamd...,

اَللّهُمَّ صَلِّى وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ اَصْحَابِهِ وَمَنْ دَعَا إِلَى اللهِ بِدَعْوَةِ اْلإِسْلاَمِ وَمَنْ تَمَسَّكَ بِسُنَّةِ رَسُوْلِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ بِإِحسْاَنٍ اِلى يَوْمِ الدِّيْنِ

أَللّهُمَّ اغْفِرْلَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا، أَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَ التُّقَى وَ الْعَفَافَ وَالْغِنَى نَاتِجَةً مِنْ صِيَامِنَا وَ اجْعَلْهُ شَافِعًا لَنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِإِذْنِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَاِنْ لَمْ تَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّا مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا دُعَائَنَا وَصِيَامَنَا وَقِيَامَنَا وَرُكُوْعَنَا وَسُجُوْدَنَا، اَللَّهُمَّ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَتُبْ عَلَيْنَا اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ

رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْلَنَا وَارْحَمْنَا اَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَاِفِرِيْنَ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَسُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، كُلُ عَامٍ وَ أَنْتُمْ بِخَيْرٍ

اللهُ أَكْبَرْ اللهُ أَكْبَرْ اللهُ أَكْبَرْ وَللهِ الْحَمْدُ

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته